Senin, 19 Oktober 2015

Demokrasi Substansial dan Prosedural

A.     Demokrasi Substansial
Demokrasi ini sering juga disebut sebagai pendekatan maximalist atau normative klasik. Menurut pendekatan ini, demokrasi tidak hanya menggunakan dimensi politik akan tetapi juga dimensi social, ekonomi, budaya dan dimensi lainnya. Dengan kata lain yang dimaksud dengan demokrasi mencakup semual hal dalam kehidupan. Sebuah negara dikatakan demokrasi jika rakyat terbebas dari kemiskinan, kesenjangan, buta huruf dan kemelaratan. Logikanya, jika masyarakat dalam suatu negara mengalami kesenjangan sosial dan ekonomi akan menghalangi masyarakat untuk memikirkan politik karena yang dipikirkan hanyalah bagaiaman memenuhi kebutuhan hidupnya. Asumsi dari demokrasi substansial adalah jika keadaan ekonomi dan sosial suatu negara bagus maka akan diikuti dengan system demokrasi negara tersebut.
Kritik 
        Bagi beberapa ilmuwan pemikiran demokrasi substansial hanyalah pemikiran yang utopis. Pada realitanya demokrasi substansial gagal dalam uji empiric atau verifikasi. Pada tahun 1970an banyak negara mampu melaksanakan pemilu dan kegiatan politik lainnya meskipun rakyat mengalami kemisikinan.
B.     Demokrasi Prosedural
          Sebutan lain untuk system ini adalah pendekatan minimalist atau procedural electoral. Robert Dahl, Philippe Schmitter dan beberapa tokoh lainnya lebih menekankan demokrasi pada tingkat procedural. Menurut pendekatan ini suatu negara diakatakan demokrasi jika ada partisipasi rakyat terlibat dalam aktivitas politik. Menurut Schumpeter, demokrasi adalah metode politik, mekanisme unutk memilih pemimpin dengan banyak kandidat dan dalam kompetisi ini ada yang menag da nada yang kalah. Keterlibat warga negara dalam memilih pemimpinnya secara berkala atau periodic, jujur dan bebas adalah demokrasi procedural. Menurut Robert Dahl, derajat ukuran demokrasi terletak pada adanya partisipasi politik dan kompetisi politik serta kebebasan sipil dan politik. 
Kritik 
        Pengertian yang diberikan oleh demokrasi procedural tidak sesedarhana yang dikatakan, dalam demokrasi harus ada nilai-nlai yang lebih yakni “Demokrasi Liberal”. Dalam demokrasi procedural, apakah kompetisi tidak menjamin kebebasan dan apakah pemilu bisa transparan ? inilah pertanyaan yang diajukan bagi demokrasi procedural. Bagi demokrasi liberal sebagai kritikan atas demokrasi procedural bahwa demokrasi berada pada konteks yang lebih luas yakni mencakup kebebasan sipil, penghargaan terhadap HAM, kesetaraan didepan hukum dan adanya transparansi pemerintah.
            Elemen :         1. Kompetisi yang adil dan pemilu yang bebas
                                    2. Pembagian kekuasaan
                                    3. Civil liberties
                                    4. The Rule of Law
                                    5. Civilian control of military
                                    6. Strong civil Society
                                    7. Neutrality of judiciary etc.
Pseudodemocaracy adalah demokrasi semu dimana ada konstitusi formal demokrasi akan tetapi tidak ada kebebasan ;ain seperti ekonomi, budaya. Seperti yang terjadi di Thailand, Malaysia dan beberapa negara lainnya.
Mengukur Demokrasi
Freedom House sebagai INGO yang meniliti derajat demokrasi. Sehingga negara-negara dibagi menjadi tiga tingkatan yakni; Free, Partly Free dan Not free. Indicator utamanya adalah :
1.     Ada hak-hak politik
Adanya proses politik, pluralisme dan partisipasi politik serta adanya fungsi pemerintah
2.     Dimensi kebebasab rakyat
Rakyat menyampaikan pikiran dengan bebas, hak asosiasi dan orang, rule of law dan otonomi personal.
Laporan Freedom house menjukkan bahwa negara yang Free = 89 negara, Partly Free = 55 negara dan Non Free = 51 negara. Indonesia dikelompokkan dalam negara yang Partly Free.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar