A. Demokrasi Substansial
Demokrasi ini sering juga disebut sebagai pendekatan
maximalist atau normative klasik. Menurut pendekatan ini, demokrasi tidak hanya
menggunakan dimensi politik akan tetapi juga dimensi social, ekonomi, budaya
dan dimensi lainnya. Dengan kata lain yang dimaksud dengan demokrasi mencakup
semual hal dalam kehidupan. Sebuah negara dikatakan demokrasi jika rakyat
terbebas dari kemiskinan, kesenjangan, buta huruf dan kemelaratan. Logikanya, jika
masyarakat dalam suatu negara mengalami kesenjangan sosial dan ekonomi akan
menghalangi masyarakat untuk memikirkan politik karena yang dipikirkan hanyalah
bagaiaman memenuhi kebutuhan hidupnya. Asumsi dari demokrasi substansial adalah
jika keadaan ekonomi dan sosial suatu negara bagus maka akan diikuti dengan system
demokrasi negara tersebut.
Kritik
Bagi beberapa ilmuwan pemikiran
demokrasi substansial hanyalah pemikiran yang utopis. Pada realitanya demokrasi
substansial gagal dalam uji empiric atau verifikasi. Pada tahun 1970an banyak
negara mampu melaksanakan pemilu dan kegiatan politik lainnya meskipun rakyat
mengalami kemisikinan.
B.
Demokrasi
Prosedural
Sebutan lain untuk system ini adalah
pendekatan minimalist atau procedural electoral. Robert Dahl, Philippe
Schmitter dan beberapa tokoh lainnya lebih menekankan demokrasi pada tingkat procedural.
Menurut pendekatan ini suatu negara diakatakan demokrasi jika ada partisipasi
rakyat terlibat dalam aktivitas politik. Menurut Schumpeter, demokrasi adalah
metode politik, mekanisme unutk memilih pemimpin dengan banyak kandidat dan
dalam kompetisi ini ada yang menag da nada yang kalah. Keterlibat warga negara
dalam memilih pemimpinnya secara berkala atau periodic, jujur dan bebas adalah
demokrasi procedural. Menurut Robert Dahl, derajat ukuran demokrasi terletak
pada adanya partisipasi politik dan kompetisi politik serta kebebasan sipil dan
politik.
Kritik
Pengertian yang diberikan oleh demokrasi
procedural tidak sesedarhana yang dikatakan, dalam demokrasi harus ada
nilai-nlai yang lebih yakni “Demokrasi Liberal”. Dalam demokrasi procedural,
apakah kompetisi tidak menjamin kebebasan dan apakah pemilu bisa transparan ?
inilah pertanyaan yang diajukan bagi demokrasi procedural. Bagi demokrasi
liberal sebagai kritikan atas demokrasi procedural bahwa demokrasi berada pada
konteks yang lebih luas yakni mencakup kebebasan sipil, penghargaan terhadap
HAM, kesetaraan didepan hukum dan adanya transparansi pemerintah.
Elemen : 1. Kompetisi yang adil dan pemilu yang bebas
2. Pembagian
kekuasaan
3. Civil
liberties
4. The Rule
of Law
5. Civilian
control of military
6. Strong
civil Society
7. Neutrality
of judiciary etc.
Pseudodemocaracy
adalah demokrasi semu dimana ada konstitusi formal demokrasi akan tetapi tidak
ada kebebasan ;ain seperti ekonomi, budaya. Seperti yang terjadi di Thailand,
Malaysia dan beberapa negara lainnya.
Mengukur Demokrasi
Freedom
House sebagai INGO yang meniliti derajat demokrasi. Sehingga negara-negara
dibagi menjadi tiga tingkatan yakni; Free, Partly Free dan Not free. Indicator utamanya
adalah :
1. Ada
hak-hak politik
Adanya
proses politik, pluralisme dan partisipasi politik serta adanya fungsi
pemerintah
2. Dimensi
kebebasab rakyat
Rakyat
menyampaikan pikiran dengan bebas, hak asosiasi dan orang, rule of law dan
otonomi personal.
Laporan
Freedom house menjukkan bahwa negara yang Free = 89 negara, Partly Free = 55
negara dan Non Free = 51 negara. Indonesia dikelompokkan dalam negara yang
Partly Free.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar