Konflik Israel-Palestina merupakan sebuah fenomena yang tidak lagi
mengejutkan umat manusia di setiap belahan bumi, karena konflik ini telah
terjadi sejak kaum Yahudi mengklaim wilayah Palestina sebagai “tanah yang
dijanjikan” dan merubah namanya menjadi “ISRAEL”. Pada 1948, Israel resmi
menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat serta mendapat pengakuan dari
negara-negara lainnya. Tindakan Israel mendapat respon dari negara-negara Arab,
kerena dengan terbentuknya negara Israel maka wilayah Palestina sedikit demi
sedikit dicaplok menjadi wilayah yahudi. Respon bangsa Arab kemudian
direalisasikan dengan melakukan penyerbuan ke Israel, berbagai peperangan yang
pernah terjadi antara bangsa Arab-Israel adalah perang 1948, perang enam hari
dan perang yomkipur serta beberapa perang kecil lainnya. Namun, dalam setiap
peperangan, Israel muncul sebagai pemenang. Karena terus mengalami kekalahan,
maka dibawah pimpinan Mesir pada saat itu, bangsa Arab memutusakan untuk
melakukan sebuah perjanjian dengan Israel yang disebut dengan perjanjian
perdamaian Camp David, 17 September 1978 di Gedung Putih. Namun perjanjian yang
dibuat antara Mesir-Israel hanya memberi keuntungan bagi sebagian negara untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya, bukan untuk memberikan kemerdekaan bagi
Palestina.
Ada sebuah fakta yang mengungkapkan bahwa selama perang yang
melibatkan Arab dan Israel diwilayah Palestina, sebenarnya para tentara Arab
tidak benar-benar melakukan penyerangan karena ketakutan akan kekalahan dan
lebih memilih untuk melakukan perundingan yang tidak memberi keuntungan bagi
Palestina. Akibat tindakan negara Arab yang tidak dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel
memunculkan sebuah gerakan revolusioner untuk membebaskan Palestina dari Israel
yang dikenal sebagai Palestine Liberation Organization (PLO) atau
organisasi pembebasan Palestina. Munculnya gerakan ini menandakan bahwa adanya
kesadaran dari rakyat Palestina yakni jika menginginkan kemerdekaan seutuhnya
maka dibutuhkan perjuangan dari rakyat Palestina, bukan mengaharapkan bantuan
dari negara Arab yang hanya mementingkan kepentingan nasionalnya. Tidaklah
mudah untuk mendapatkan kemerdekaan, karena hingga kini Palestina masih terus
diserang oleh para tentara Israel, meskipun telah menjadi sebuah negara dan
bahkan bendera Palestina telah dikibarkan di gedung PBB September lalu, namun
Israel terus melakukan aksi brutal bagaikan penjajah di era Perang dunia.
Perjuangan Palestina untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan ternyata mendapat
tantangan internal. Konflik saudara tidak dapat dilepaskan antara kelompok
Hamas dan Fatah yang merupakan dua faksi utama di Palestina. Konflik ini mulai
muncul di permukaan sejak 2006 ketika Hamas memenangkan pemilu parlemen.
Fatah yang bermakna
"penaklukan" disebut pula Harakat at-Tahrir alWathani
al-Filasthini atau Gerakan Nasional Pembebasan Palestina dalah
sebuah faksi politik yang didirkan pada tahun 1958, tujuan dari faksi ini adalah
mendirikan sebuah negara Palestina. Faksi yang didirikan oleh Yasser Arafat ini
kemudian menggabungkan diri dengan PLO dan menjadi faksi terbesar yang
beraliran sosial-demokratik nasional dalam PLO dengan pimpinan Yasser Arafat. Dibawah
pimpinan Yasser Arafat, Fatah memainkan perannya untuk mendapatkan kemerdekaan
Palestina. Setelah perang enam hari, Fatah muncul sebagai kekuatan yang sangat
dominan dalam dunia politik Palestina. Berbagai upaya dilakukan Fatah untuk
mendapatkan kemerdekaan dengan melakukan beberapa perundingan dengan pihak
Israel serta melakukan kerjasama dengan Ikhwanul Muslimin baik dalam pelatihan
militer maupun transaksi jual beli persenjataan.
Hamas atau Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah, (Islamic Resistance
Movement atau Gerakan Perlawanan Islam) adalah sebuah gerakan perlawanan islam yang
menginginkan adanya kemerdekaan Palestina dari penjajahan kaum yahudi dan
mendirikan negara islam di Palestina. Hamas merupakan sebuah gerakan cabang
dari Ikhwanul Muslimin Mesir sama halnya dengan Fatah namun terdapat perbedaan
pada perkembangannya. Hamas didirikan secara resmi pada tahun 1988 di Jalur Gaza
oleh Syekh Ahmad Yasin, aktivis Ikhwanul Muslimin di Palestina. Hamas adalah
gerakan jihad dan gerakan rakyat yang menjadikan akidah dan motivasi keislaman
sebagai dasar dalam melawan musuh yang menyebar pengaruh zionisme di tanah
Plestina. Hamas dinilai lebih keras dalam perjuangannya merebut wilayah
Palestina dibanding kelompok Fatah, bahkan Hamas telah dimasukkan sebagai salah
satu organisasi teroris karena merupakan kelompok jihad dan sering menggunakan
kekerasan serta tindakan yang tidak sesuai dengan pihak barat. Menurut Izzudin
(2000) bahwa Hamas dalam garis perjuangannya terdiri dari tiga fase. Pertama,
fase pembentukan generasi yang kuat dan tahan uji sebagai kekuatan pokok yang
memperkokoh rantai berikutnya berupa pendirian lembaga-lembaga Islam; Kedua,
konflik non-militer dengan tentara pendudukan; Ketiga, jihad bersenjata
secara total
Meskipun kedua faksi ini memiliki
tujuan yang sama yakni menginginkan agar Palestina menjadi negera yang merdeka dari
penjajahan Israel, namun dalam implementasi untuk mencapai hal tersebut
berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan ideologi kedua faksi tersebut. Kemenangan
Hamas pada pemilu 2006 membawa perubahan dalam dunia politik Palestina.
Perebutan kedua faksi tak terelakkan terutama kekuasaan dalam mengendalikan
militer. Hamas yang memenangkan pemilu menginginkan untuk mengambil alih
kendali kemampuan keamanan Palestina namun ditolak oleh Fatah. Akibat penolakan
tersebut, Hamas kemudian menculik beberapa anggota fatah. Fatah tidak hanya
berdiam diri dengan tindakan Hamas kemudian memberikan balasan dengan menyerang
berbagai pos-pos Hamas di Gaza. Namun kekuatan Fatah di Gaza tidak mampu
menandingi kekuatan Hamas sehingga Fatah akhirnya meninggalkan Hamas dan
membentuk kekuasaannya di Tepi Barat. Berbagai upaya telah digunakan untuk
menyatukan kedua kelompok tersebut, seperti pada tahun 2007 dibuat sebuah
perjanjian di Mekkah, Arab Saudi untuk membentuk pemerintah bersama dan
disetujui oleh kedua pihak, namun ketika untuk memutuskan siapa yang berhak
menjadi menteri dalam negeri terjadi perdebatan diantara kedua faksi tersebut
yang menunda adanya perdamaian diantara kedua faksi.
Pertentangan yang terjadi diantara kedua faksi tersebut karena
ideologi yang menjadi dasar berdirinya setiap faksi yang berbeda. Fatah yang
didirikan oleh Yasser Arafat adalah faksi demokratik nasional yang menginginkan
Palestina merdeka dan menjadi negara yang sekuler, selain itu dalam
mengimplementasikan hal tersebut Fatah bersifat lebih lembut kepada Israel
dengan melakukan berbagai perundingan untuk mendapat perdamaian. Fatah juga
mendapat sokongan bantuan dari pihak barat yang menginginkan agar kelompok ini
dapat menandingi Hamas. Hubungan fatah yang lebih dekat dengan pihak barat
membuat Hamas dengan tegas menolak Fatah. Sementara itu Hamas adalah faksi
islam yang menginginkan adanya pembebasan Palestina dengan dasar islam dan menginginkan
agar Palsetina menjadi negara islam bukan negara sekuler yang menjadi impian
Fatah. Dalam implementasinya, Hamas lebih dikenal sebagai kelompok “jihad” yang
menolak dengan keras penyebaran zionisme di tanah Palestina, dalam upayanya
mendapatkan kembali Palestina, Hamas lebih cenderung mengangkat senjata
disbanding melakukan perundingan dengan Israel. Karena meskipun berbagai
perundingan dibuat oleh kedua negara, Israel akan tetap melanggar perundingan
tersebut.
Pada 2014, kedua faksi membentuk pemerintahan berasatu untuk
meredakan konflik antara Hamas dan Fatah, namun pembentukan pemerintah bersatu
ini memiliki nasib yang sama dengan pemerintah bersatu sebelumnya, sehingga
pada juni 2015 pemerintah ini resmi dibubarkan karena Hamas tidak mengizinkan
Fatah beroperasi di wilayah Gaza. Konflik internal ini membuat Palestina
terhambat untuk mencapai kemerdekaannya secara utuh, namun tidak bisa
dipungkiri pula bahwa untuk menyatukan kedua faksi tersebut, karena dalam
sejarah telah mencatat bahwa konflik yang berakar pada perbedaan ideologi sulit
untuk mencapai suatu kesepakatan, seperti halnya Liberalisme dan Sosialisme
Komunis. Akan tetapi setiap upaya tetap harus diperlukan untuk mencapai
kemerdekaan dengan mengesampingkan ideologi masing-masing dan memiliki pandangan
yang sama bahwa musuh bangsa Palestina yang harus diperangi untuk mendapat
kemerdekaan adalah Israel, bangsa Yahudi.