Sabtu, 14 November 2015

Antara Hamas dan Fatah dalam Konflik Palestina-Israel


Konflik Israel-Palestina merupakan sebuah fenomena yang tidak lagi mengejutkan umat manusia di setiap belahan bumi, karena konflik ini telah terjadi sejak kaum Yahudi mengklaim wilayah Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan” dan merubah namanya menjadi “ISRAEL”. Pada 1948, Israel resmi menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat serta mendapat pengakuan dari negara-negara lainnya. Tindakan Israel mendapat respon dari negara-negara Arab, kerena dengan terbentuknya negara Israel maka wilayah Palestina sedikit demi sedikit dicaplok menjadi wilayah yahudi. Respon bangsa Arab kemudian direalisasikan dengan melakukan penyerbuan ke Israel, berbagai peperangan yang pernah terjadi antara bangsa Arab-Israel adalah perang 1948, perang enam hari dan perang yomkipur serta beberapa perang kecil lainnya. Namun, dalam setiap peperangan, Israel muncul sebagai pemenang. Karena terus mengalami kekalahan, maka dibawah pimpinan Mesir pada saat itu, bangsa Arab memutusakan untuk melakukan sebuah perjanjian dengan Israel yang disebut dengan perjanjian perdamaian Camp David, 17 September 1978 di Gedung Putih. Namun perjanjian yang dibuat antara Mesir-Israel hanya memberi keuntungan bagi sebagian negara untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, bukan untuk memberikan kemerdekaan bagi Palestina.
Ada sebuah fakta yang mengungkapkan bahwa selama perang yang melibatkan Arab dan Israel diwilayah Palestina, sebenarnya para tentara Arab tidak benar-benar melakukan penyerangan karena ketakutan akan kekalahan dan lebih memilih untuk melakukan perundingan yang tidak memberi keuntungan bagi Palestina. Akibat tindakan negara Arab yang tidak dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel memunculkan sebuah gerakan revolusioner untuk membebaskan Palestina dari Israel yang dikenal sebagai Palestine Liberation Organization (PLO) atau organisasi pembebasan Palestina. Munculnya gerakan ini menandakan bahwa adanya kesadaran dari rakyat Palestina yakni jika menginginkan kemerdekaan seutuhnya maka dibutuhkan perjuangan dari rakyat Palestina, bukan mengaharapkan bantuan dari negara Arab yang hanya mementingkan kepentingan nasionalnya. Tidaklah mudah untuk mendapatkan kemerdekaan, karena hingga kini Palestina masih terus diserang oleh para tentara Israel, meskipun telah menjadi sebuah negara dan bahkan bendera Palestina telah dikibarkan di gedung PBB September lalu, namun Israel terus melakukan aksi brutal bagaikan penjajah di era Perang dunia.
Perjuangan Palestina untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan ternyata mendapat tantangan internal. Konflik saudara tidak dapat dilepaskan antara kelompok Hamas dan Fatah yang merupakan dua faksi utama di Palestina. Konflik ini mulai muncul di permukaan sejak 2006 ketika Hamas memenangkan pemilu parlemen.
Fatah yang bermakna "penaklukan" disebut pula Harakat at-Tahrir alWathani al-Filasthini atau Gerakan Nasional Pembebasan Palestina dalah sebuah faksi politik yang didirkan pada tahun 1958, tujuan dari faksi ini adalah mendirikan sebuah negara Palestina. Faksi yang didirikan oleh Yasser Arafat ini kemudian menggabungkan diri dengan PLO dan menjadi faksi terbesar yang beraliran sosial-demokratik nasional dalam PLO dengan pimpinan Yasser Arafat. Dibawah pimpinan Yasser Arafat, Fatah memainkan perannya untuk mendapatkan kemerdekaan Palestina. Setelah perang enam hari, Fatah muncul sebagai kekuatan yang sangat dominan dalam dunia politik Palestina. Berbagai upaya dilakukan Fatah untuk mendapatkan kemerdekaan dengan melakukan beberapa perundingan dengan pihak Israel serta melakukan kerjasama dengan Ikhwanul Muslimin baik dalam pelatihan militer maupun transaksi jual beli persenjataan.
Hamas atau Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah, (Islamic Resistance Movement atau Gerakan Perlawanan Islam) adalah sebuah gerakan perlawanan islam yang menginginkan adanya kemerdekaan Palestina dari penjajahan kaum yahudi dan mendirikan negara islam di Palestina. Hamas merupakan sebuah gerakan cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir sama halnya dengan Fatah namun terdapat perbedaan pada perkembangannya. Hamas didirikan secara resmi pada tahun 1988 di Jalur Gaza oleh Syekh Ahmad Yasin, aktivis Ikhwanul Muslimin di Palestina. Hamas adalah gerakan jihad dan gerakan rakyat yang menjadikan akidah dan motivasi keislaman sebagai dasar dalam melawan musuh yang menyebar pengaruh zionisme di tanah Plestina. Hamas dinilai lebih keras dalam perjuangannya merebut wilayah Palestina dibanding kelompok Fatah, bahkan Hamas telah dimasukkan sebagai salah satu organisasi teroris karena merupakan kelompok jihad dan sering menggunakan kekerasan serta tindakan yang tidak sesuai dengan pihak barat. Menurut Izzudin (2000) bahwa Hamas dalam garis perjuangannya terdiri dari tiga fase. Pertama, fase pembentukan generasi yang kuat dan tahan uji sebagai kekuatan pokok yang memperkokoh rantai berikutnya berupa pendirian lembaga-lembaga Islam; Kedua, konflik non-militer dengan tentara pendudukan; Ketiga, jihad bersenjata secara total
            Meskipun kedua faksi ini memiliki tujuan yang sama yakni menginginkan agar Palestina menjadi negera yang merdeka dari penjajahan Israel, namun dalam implementasi untuk mencapai hal tersebut berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan ideologi kedua faksi tersebut. Kemenangan Hamas pada pemilu 2006 membawa perubahan dalam dunia politik Palestina. Perebutan kedua faksi tak terelakkan terutama kekuasaan dalam mengendalikan militer. Hamas yang memenangkan pemilu menginginkan untuk mengambil alih kendali kemampuan keamanan Palestina namun ditolak oleh Fatah. Akibat penolakan tersebut, Hamas kemudian menculik beberapa anggota fatah. Fatah tidak hanya berdiam diri dengan tindakan Hamas kemudian memberikan balasan dengan menyerang berbagai pos-pos Hamas di Gaza. Namun kekuatan Fatah di Gaza tidak mampu menandingi kekuatan Hamas sehingga Fatah akhirnya meninggalkan Hamas dan membentuk kekuasaannya di Tepi Barat. Berbagai upaya telah digunakan untuk menyatukan kedua kelompok tersebut, seperti pada tahun 2007 dibuat sebuah perjanjian di Mekkah, Arab Saudi untuk membentuk pemerintah bersama dan disetujui oleh kedua pihak, namun ketika untuk memutuskan siapa yang berhak menjadi menteri dalam negeri terjadi perdebatan diantara kedua faksi tersebut yang menunda adanya perdamaian diantara kedua faksi.
Pertentangan yang terjadi diantara kedua faksi tersebut karena ideologi yang menjadi dasar berdirinya setiap faksi yang berbeda. Fatah yang didirikan oleh Yasser Arafat adalah faksi demokratik nasional yang menginginkan Palestina merdeka dan menjadi negara yang sekuler, selain itu dalam mengimplementasikan hal tersebut Fatah bersifat lebih lembut kepada Israel dengan melakukan berbagai perundingan untuk mendapat perdamaian. Fatah juga mendapat sokongan bantuan dari pihak barat yang menginginkan agar kelompok ini dapat menandingi Hamas. Hubungan fatah yang lebih dekat dengan pihak barat membuat Hamas dengan tegas menolak Fatah. Sementara itu Hamas adalah faksi islam yang menginginkan adanya pembebasan Palestina dengan dasar islam dan menginginkan agar Palsetina menjadi negara islam bukan negara sekuler yang menjadi impian Fatah. Dalam implementasinya, Hamas lebih dikenal sebagai kelompok “jihad” yang menolak dengan keras penyebaran zionisme di tanah Palestina, dalam upayanya mendapatkan kembali Palestina, Hamas lebih cenderung mengangkat senjata disbanding melakukan perundingan dengan Israel. Karena meskipun berbagai perundingan dibuat oleh kedua negara, Israel akan tetap melanggar perundingan tersebut.
Pada 2014, kedua faksi membentuk pemerintahan berasatu untuk meredakan konflik antara Hamas dan Fatah, namun pembentukan pemerintah bersatu ini memiliki nasib yang sama dengan pemerintah bersatu sebelumnya, sehingga pada juni 2015 pemerintah ini resmi dibubarkan karena Hamas tidak mengizinkan Fatah beroperasi di wilayah Gaza. Konflik internal ini membuat Palestina terhambat untuk mencapai kemerdekaannya secara utuh, namun tidak bisa dipungkiri pula bahwa untuk menyatukan kedua faksi tersebut, karena dalam sejarah telah mencatat bahwa konflik yang berakar pada perbedaan ideologi sulit untuk mencapai suatu kesepakatan, seperti halnya Liberalisme dan Sosialisme Komunis. Akan tetapi setiap upaya tetap harus diperlukan untuk mencapai kemerdekaan dengan mengesampingkan ideologi masing-masing dan memiliki pandangan yang sama bahwa musuh bangsa Palestina yang harus diperangi untuk mendapat kemerdekaan adalah Israel, bangsa Yahudi.

Selasa, 10 November 2015

Stereotip Barat terhadap Islam tentang HAM



Amerika Serikat mengeluarkan sebuah laporan mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada tahun 2014, di dalam laporannya Amerika menyebutkan beberapa kelompok teroris sebagai pelanggar HAM terberat di dunia, diantaranya; ISIS, Al Qaeda di jazirah Arab dan di kawasan Islam Maghribi, Al Shaabab, Boko Haram dan Front Al-Nusra. ISIS menempati urutan teratas, dan untuk pertama kalinya Amerika menempatkan aktor non state sebagai pelanggar HAM. Namun hal ini tidak berarti tidak melibatkan aktor state, karena dalam laporannya, Amerika juga menyebutkan beberapa negara yang dinilai sebagai pelanggar berat HAM yakni Suriah akibat berbagai tindakan brutal yang tengah terjadi di negara tersebut. Selain itu Amerika juga menyebutkan beberapa negara yang pemerintahannya masih bersifat otoriter yang cenderung mengintimidasi warganya yakni, Korea Utara, Rusia, Arab Saudi dan Iran. Dan beberapa negara seperti Cina, Turki, Arab Saudi, Kuwait, Vietnam, Belarusia, Tajikistan, dan Ekuador sebagai negara yang melanggar hak mengeluarkan pendapat dan berekspresi dengan membolokir akses ke situs internet atau media sosial.[1]
Jika dicermati dari laporan pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh Amerika, maka akan terlihat kebanyakan dari pelanggar HAM terjadi dikalangan umat muslim. Defenisi dan ukuran HAM yang digunakan negara barat kemudian menempatkan negara-negara islam sebagai pelanggar HAM terberat di dunia dalam setiap laporannya. Aktor – aktor non state yang dilaporkan sebagai pelanggar berat HAM juga merupakan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan diri mereka sebagai kelompok “mujahidin” yang bertindak dengan dalih “jihad”. Agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai islam dalam konsep jihad yang akhir-akhir ini diidentikkan dengan teroris dan makna HAM dalam islam maka perlu untuk adanya penjelasan lebih lanjut dalam konteks islam sendiri, agar dapat ditarik kesimpulan apakah tindakan kelompok-kelompok tersebut sesuai dengan islam atau bertentangan dengan ajaran islam.
Setiap manusia yang terlahir di Bumi telah diberikan oleh tuhan hak-haknya sebagai manusia dan tak lupa pula kewajibannya. Hak yang diberikan tidak memandang apakah dia perempuan, laki-laki, kaya ataupun miskin semuanya memiliki hak yang sama. Konsep HAM coba dijelaskan oleh beberapa tokoh barat seperti John Locke, David Beetham, A.J.M Milne. Menurut John Locke yang dimaksud dengan HAM adalah hak yang diberikan oleh tuhan kepada manusia secara kodrati. Karena memiliki sifat kodrati maka tidak ada satu kekuatan yang dapat mencabutnya dari diri seseorang karena sifatnya suci. Menurut David Beetham, HAM adalah segala kebebasan yang bersifat fundamental adalah setiap hak-hak yang individual yang memiliki asal dari segala kebutuhan dan segala kapasitas manusia, sementara bagi A.J.M, HAM merupakan suatu hak yang telah dimiliki pada setiap orang atau umat manusia bertahan disetiap masa dan selalu hadir pada setia tempat karena memiliki keutamaan dalam keberadannya menjadi seorang manusia. Penghormatan terhadap hak seorang manusia menjadi perhatian khusus badan PBB sebagai badan yang menginginkan adanya perdamaian dunia. PBB kemudian membahas secara tersendiri mengenai HAM dalam artikel 1 sampai 29 piagam PBB tentang HAM telah merekomendasikan untuk mempromosikan dan memperjuangkan hak-hak asasi dan kebebasan bagi seluruh umat manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa maupun agama.[2]
Pengertian HAM yang didefenisikan oleh barat terdapat perbedaan dengan islam. Perbedaan ini yang membuat barat kemudian mengatakan bahwa islam tidak kompatibel dengan HAM. Jika kita telaah sejarah munculnya islam, jauh sebelum adanya islam atau yang disebut sebagai masa jahiliyah tidak ada penghormatan dan aturan mengenai hak-hak sesorang terutama perempuan. Pada zaman ini tidak ada kesetaraan, setiap klan menganggap diri mereka sebagai klan yang paling hebat dan yang lain adalah budak, perempuan hanya dijadikan budak dan untuk mengisi haus nafsu para lelaki pada saat itu, sehingga jika sesorang melahirkan seorang anak perempuan maka itu merupakan sebuah aib dan lebih baik dibunuh. Namun ketika islam datang dengan membawa wahyu-wahyu Allah SWT, mulai dikenalkan penghormatan terhadap hak orang lain. Islam mengenalkan konsep equality, bahwa tidak ada perbedaan hak antara satu golongan dengan golongan yang lain, yang memebedakan satu umat dengan umat lainnya hanyalah ketakwaannnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13 yang artinya :
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahatelti.”
Di dalam islam hak merupakan kewajiban baik dari negara dan individu yang tidak boleh ditinggalkan. Oleh karena itu negara tidak hanya menahan diri dari menyentuh hak-hak manusia namun juga berkewajiban untuk melindungi hak rakyatnya. Pandangan barat mengenai islam yang tidak kompatibel dengan islam merupakan sebuah kesalahan, karena di dalam islam telah dijelaskan dengan sangat jelas dan terperinci mengenai hak perseorangan dan hak berkelompok. Baik dalam Al-Qur’an dan hadits telah disebutkan banyak firman mengetahui HAM, adea sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan inspirasi, selain itu Rasulullan adalah panutan yang selalu menegakkan hak-hak manusia, terlihat dari perintah nabi untuk memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama sebagaimana sabda beliau :[3]
“Barangsiapa yang mendzalimi seorang mu’ahid (seorang yang telah dilindungi melalui perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya diluar batas kesanggpuan atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya dihari kiamat)”
Sehingga dengan jelas dikatakan bahwa Islam telah dengan teliti menjelaskan mengenai penghormatan terhadap hak-hak seseorang. Hanya saja konsep HAM yang dikenalkan oleh barat terkadang tidak sesuai dengan islam dan budaya berbagai daerah. Misalkan bagi HAM universal, hukuman memotong tangan bagi pencuri dan hukuman mati adalah sebuah pelanggaran terhadap hak manusia, namun dalam islam hukum itu diterapkan bahkan beberapa negara dunia menjadikkannya sebagai hukum yang legal seperti Arab Saudi, Malaysia dan beberapa negara lainnya. Perlu dipahami bahwa islam bukanlah agam yang memberatkan umatnya dan bukan pula untuk meyiksa umatnya. Hukuman yang diberikan adalah agar para pelaku kejahatan dapat jera. Jika kita lihat di negara-negara barat, tingkat kejahatan semakin meningkat dan semakin canggih akan tetapi hukuman yang diberikan tidak sepadan dan tidak membuat jera, sehingga tak jarang jika narapidana yang telah dibebaskan maka akan melakukan perbuatan yang sama. Namun berbeda dengan hukum islam, yang mencoba membuat para pelaku jera, jika mencuri maka dipotong tangan kanannya agar ia tidak bisa mencuri menggunakan tangannya. Sementara bagi hukuman Qishas tidak langsung diberi hukuman namun ada keringanan jika keluarga korban memberi maaf pada pelaku maka hukumannya akan diganti.  
Meskipun konsep HAM yang telah dijelaskan secara jelas dalam islam, namun ada beberapa oknum yang salah menyalahgunakkan konsep tersebut. Banyak sekali yang tidak mengikuti ajaran Al-Qur’an dan Hadits dengan sepenuhnya. Kelompok-kelompok teroris yang mengatakan dirinya sebagai kelompok “mujahidin” terkadang salah megartikan konsep “:jihad” sehingga menimbulkan perilaku brutal. Hal ini kemudian memunculkan stereotip dikalangan barat bahwa Islam adalah agama yang menggunakan kekerasan dengan konsep jihadnya. Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Islam adalah agama yang cinta akan perdamaian, sangat menghormati hak-hak manusia, hanya saja beberapa orang yang mengaku dirinya sebagai muslim tidak berprilaku mencerminkan islam.


[1] Deutsche Welle, Inilah Daftar Pelanggar HAM Versi AS, http://www.dw.com/id/inilah-daftar-pelanggar-ham-versi-as/a-18542502, dikases pada 27 Oktober 2015, 7:26 WIB

[2] United Nations, “The Universal Declaration of Human Rights”, dalam Microsoft Encarta 2006. Microsoft Corporation. All rights reserved, 1993-2005.
[3] Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi, 1999, Islam dan Hak Asasi Manusia, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, Hal 23