Menurut
Huntington, berhasil atau tidak tumbangnya suatu rezim ditentukan oleh posisi
dan peran militer. Ketika militer memutuskan untuk menarik dukungannya terhadap
pemenrintahan sipil maka pemimpin tersebut akan tumbang, seperti yang terjadi
di Mesir, Tunisia dan beberapa negara lainnya. Akan tetapi keterlibatan militer
dalam politik merupakan sebuah tantangan bagi demokrasi.
Hubungan
sipil-militer merujuk pada luasnya interaksi antara militer sebagai institusi
keamanan denganberbagai sektor masyarakat (sipil). Baik atau tidaknya hubungan
kedua lembaga tersebut tergantung pada posisi militer. Jika militer berada
dalam profesionalismenya sebagai militer maka akan baik hubungan antara
keduanya dan begitupun sebaliknya. Menurut Huntington ada dua model hubungan
sipil-militer, yakni:
1. Subjective
Civilian Control
Adalah
memaksimalkan kekuasaan sipil dan meminimalisasi kekuasaan militer, atau dengan
kata lain sipil berada diatas militer.
2. Objective
Civilian Control
Memaksimalkan
profesionalisme militer bahwa militer hanya bergelutu pada masalah keamanan dan
pertahanan. Menunjukkan adanya pembagian kekuasaan ‘politk’ antara kelompok
militer dan kelompok sipil yang kondusif menuju perilaku professional.
OCC
mengandung perngertian adanya profesionalisme militer yang tinggi dan militer
memahami profesionalismenya sehingga dapat meminimaslisasi intervensi militer
dalam politik dan meminimalisasi intervensi politik dalam militer.
SCC
: dicapai dengan civilianizing the military, making them the mirror of the
state
OCC:
dicapai dengan Militarizing
Huntington
juga mengidentifikasi apa saja profesionalisme militer sebagai berikut :
a. Memiliki
keahlian- manager of violence atau keahlian berperang dan menggunakan kekerasan
b. Responsibility,
yaitu militer harus dan hanya loyal kepada negara tanpa perferansi siapapun
apapun kecuali pada negara.
c. Corporateness
(karakter korporasi), yaitu memiliki semangat kesatuan yang kuat yang bersumber
dari doktrin organisasi. Tidak membangkang pada korporasi.
Dengan
profesionalsime yang dimiliki, maka jika militer terlibat dalam politik akan
membawa kriteria-kriteria yang ada dalam militer diterapkan kedalam politik dan
akan menimbulkan sisitem yang otoriter, contohnya adalah sistem komando satu
arah. Jika milter terlibat dalam politik maka militer akan menjadi aktor utama
yang mengendalikan poltik maka secara langsung akan menggunakan kekuasaan atau
mengancam dengan menggunakan kekuasaan mereka sehingga terjadi political decay.
Ada
tiga tipe keterlibatan militer kedalam politik :
1.
Moderatot
pretorian
Militer bertindak sebagai kelompok yang berpengaruh
dan terlibat dalam politik tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Pemerintah
sipil memback up kepentingan militer atau militer memiliki hak-hak istimewa
dalam hal ekonomi misalnya.
Jika
hubungan sipil-militer cair maka bidang politk dan pemerintahan akan dipegang
oleh sipil yang mempunyao natro atau back up dari militer. Contoh pada
pemerintahan Husni Mubarak
2.
Guardian
pretorian
Setelah sebuah rezim tumbang militer akan memgang
tampuk kekuasaan pemerintahan untuk periode tertentu. Karena militer
beranggapan dengan kekuasaan dibawah militer maka stabilitas politik akan
terjaga. Dalam hal ini militer sebagai pengawal dan pengawas jalannya politik
di suatu negara. Contoh seperti transisi antara Husni Mubarak ke Mursi di
Mesir.
3.
Ruler
pretorian
Militer
mengambil alih kekuasaan dengan waktu yang lama sepenuhnya baik dalam bida
sosial, budaya ekonomi dan bidang lainnya. Kekuasaan ini biasa disebut sebagai
Junta militer seperti yang terjadi di Myanmar.
Militer dan Demokrasi
Jika
militer terlibat dalam plolitik maka sebuah negara akan jauh dari demokrasi, karena
di dalam militer tidak ada system musyawarah atau hanya ada system komando satu
arah, sementara dalam demokrasi yang dipakai adalah system muasyawarah atau
suara bersama. Sehingga kekuasaan militer dalam pemerintahan kondtradiksi
dengan demokrasi. Militer hanya akan menggunakan kekerasan dan merusak
demokrasi dan proses demokratisasi.
Keterlibatan
militer disini adalah militer yang masih aktif, akan tetapi jika ada militer
yang telah purnawirawan maka tidak seperti penjelasan sebelumnya. Hal ini dapat
dilihat dari pendapat berbagai pengamat yang mengatakan dalam kepemimpinan
Indonesia dari B.J Habibi hingga Jokowi, kondisi yang lebih stabil adalah
Susilo Bambang Yudhoyono karena berlatar militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar